Semiconductor Manufacturing International Corporation (SMIC), produsen chip terbesar di Tiongkok, membukukan laba bersih sebesar USD 188 juta pada kuartal pertama 2025. Angkanya melonjak lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun, pencapaian ini bukan semata hasil operasional, melainkan juga cerminan dinamika geopolitik yang terus memanas.
Permintaan chip dari pelanggan dalam negeri meningkat tajam, sebagian besar didorong oleh kekhawatiran atas potensi eskalasi ketegangan dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat. SMIC mengonfirmasi bahwa sejumlah pesanan yang semula dijadwalkan untuk 2025 telah dimajukan ke awal tahun ini. Pemerintah Tiongkok turut memperkuat tren ini melalui subsidi bagi sektor elektronik konsumer, memicu lonjakan permintaan dan akumulasi stok chip secara agresif.
Meski pertumbuhannya kuat, pendapatan SMIC tercatat sebesar USD 2,25 miliar masih di bawah proyeksi analis sebesar USD 2,36 miliar dan target internal perusahaan. Namun, margin kotor meningkat menjadi 22,5 persen dari 13,7 persen tahun sebelumnya, didukung oleh volume produksi yang meningkat dan efisiensi operasional.
SMIC kini menjadi pilar utama dalam strategi kemandirian teknologi Tiongkok. Terlepas dari pembatasan ekspor alat litografi ekstrem (EUV) oleh AS, perusahaan ini terus mendorong produksi chip 7nm yang telah digunakan di perangkat Huawei. Langkah ini menjadi simbol perlawanan terhadap dominasi teknologi Barat dan memperkuat posisi SMIC dalam rantai pasok domestik.
Di sisi kebijakan, Beijing juga memperketat regulasi asal-usul produk chip dan mengenakan tarif balasan terhadap produk AS. Kebijakan ini memberi SMIC dan rekan-rekannya ruang lebih luas untuk tumbuh di pasar dalam negeri, terutama di segmen teknologi manufaktur chip “mature” yang masih sangat relevan untuk perangkat elektronik sehari-hari.
Meski demikian, manajemen memperkirakan penurunan pendapatan hingga enam persen pada kuartal kedua, serta margin kotor yang menyusut ke kisaran 18–20 persen. Perusahaan menyampaikan bahwa fokus saat ini adalah pada “bisnis inti dan target jangka pendek” yang merupakan sebuah sinyal bahwa periode penyesuaian akan datang seiring potensi pelemahan permintaan.
Dengan kenaikan harga saham sebesar 42 persen sepanjang 2025, SMIC tampaknya telah mendapat kepercayaan pasar. Namun, keberlanjutan momentum tersebut akan sangat bergantung pada stabilitas geopolitik dan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan keunggulan di tengah ketatnya persaingan.