Langsung ke konten utama

The Great Dying, Musnahkan 96% Mahluk Hidup Bumi

Sepanjang sejarah Bumi, beberapa peristiwa kepunahan massal telah terjadi dan menghancurkan ekosistem. Salah satu jenis yang paling terkenal dan telah musnah dari Bumi adalah Dinosaurus. 

Namun ternyata, kepunahan Dinosaurus masih kalah dahyat dengan event "The Great Dying" yang terjadi pada 252 juta tahun yang lalu, atau pada akhir periode Permian.


Sebuah studi yang diterbitkan di jurnal Proceedings of the Royal Society B menunjukkan secara rinci bagaimana kehidupan pulih dari peristiwa The Great Dying tersebut dibandingkan dengan dua peristiwa kepunahan lainnya yang lebih kecil. 

Tim studi internasional yang terdiri dari para peneliti dari China University of Geosciences, California Academy of Sciences, University of Bristol, Missouri University of Science and Technology dan Chinese Academy of Science pertama kalinya menemukan bahwa pada akhir zaman Permian, kepunahan massal terjadi dan mengakibatkan keruntuhan besar dalam keanekaragaman.


Untuk lebih mencirikan The Great Dying, tim berusaha memahami mengapa komunitas-komunitas mahluk hidup di Bumi tidak pulih secepat kepunahan massal lainnya. 

Ternyata, alasan utamanya adalah krisis Permian akhir jauh lebih parah dibandingkan kepunahan massal lainnya. Sebagai perbandingan, event tersebut memusnahkan 19 dari setiap 20 spesies yang ada.

Dengan kelangsungan hidup hanya 5% spesies, ekosistem telah hancur, dan komunitas dalam tatanan ekologi harus tersusun kembali dari awal.

Untuk menyelidikinya, penulis utama Yuangeng Huang dari China University of Geosciences, Wuhan, merekonstruksi jaring makanan untuk serangkaian 14 kumpulan kehidupan yang mencakup periode Permian dan Trias. 

Kumpulan ini, diambil sampelnya dari China utara dan berhasil membuat gambaran tentang bagaimana satu wilayah di Bumi menanggapi krisis Permian tersebut.

"Dengan mempelajari fosil dan bukti dari gigi, isi perut, dan kotoran spesies, kami dapat mengidentifikasi peran apa yang spesies tersebut dalam jaring makanan," kata Huang. "Sangat penting untuk membangun jaring makanan yang akurat jika kita ingin memahami ekosistem kuno ini," tambahnya.

Jaring makanan terdiri dari tumbuhan, moluska, dan serangga yang hidup di kolam dan sungai dan yang menjadi predatornya adalah ikan, amfibi, dan reptil yang memakannya. 

Reptil memiliki ukuran yang beragam, mulai dari kadal modern hingga herbivora seberat setengah ton dengan kepala kecil, tubuh seperti tong besar, dan lapisan pelindung dari sisik bertulang tebal. 

Gorgonopsia bertaring tajam juga berkeliaran, beberapa sebesar dan sekuat singa dan dengan gigi taring panjang untuk menusuk kulit yang tebal.


Baca juga:


Ketika hewan-hewan tersebut punah, selama kepunahan massal akhir-Permian, tidak ada yang terjadi, meninggalkan ekosistem yang tidak seimbang selama sepuluh juta tahun. 

Kemudian, dinosaurus dan mamalia pertama mulai berevolusi pada zaman Trias. 

Dinosaurus pertama yang lahir  memiliki ukuran yang kecil yakni pemakan serangga bipedal sepanjang sekitar satu meter. 

Kemudian, dinosaurus menjadi lebih besar dan beragam sebagai pemakan daging dan tumbuhan.

Beberapa jenis Dicynodont yang disinyalir bertahan dari "The Great Dying"


Pada akhir masa Permian, Pareiasaurs menjadi besar dan "berlapis baja" untuk melindungi diri. Demikian pula pemakan tumbuhan lainnya termasuk dicynodonts, yang dimangsa oleh dinocephalians. 

Ekosistem kompleks ini runtuh selama peristiwa kepunahan massal akhir Permian, dan hanya beberapa jenis Dicynodont yang bertahan.

Riset ini menyimpulkan dua poin utama yang menjadi sorotan ketika akhir Permian terjadi di Bumi.


Pertama, musnahnya keanekaragaman yang sangat parah dikarenakan ekosistem dengan stabilitas yang rendah. Kedua, butuh waktu yang sangat lama bagi ekosistem di Bumi untuk pulih dari peristiwa The Great Dying. 

Ternyata, planet Bumi sendiri membutuhkan sekitar 10 juta tahun atau lebih untuk pulih dari kejadian tersebut.

Postingan Populer

Review Asus ROG Zephyrus G14 GA403UU. Laptop Gaming Tipis Futuristis

Dalam dunia laptop gaming yang semakin kompetitif, Asus kembali mengukuhkan posisinya di industri laptop gaming tipis lewat seri ROG Zephyrus G14. Di pasaran, salah satu model laptop gaming tipis yang jadi andalan Asus adalah seri ROG Zephyrus G14 GA403UU. Laptop gaming tipis yang hadir pada kisaran tahun 2024 ini membawa kombinasi menarik antara performa tinggi, teknologi terkini, dan desain yang super portabel. Dengan layar OLED 3K yang memanjakan mata, GPU RTX 4050 yang efisien, serta dukungan AI dari prosesor Ryzen 7 8845HS, laptop ini ditujukan untuk gamer dan kreator yang menuntut performa dalam dimensi ringkas. Yang menjadi daya tarik utama dari G14 adalah bagaimana Asus berhasil meramu laptop 14 inci ini menjadi sebuah mesin bertenaga tanpa mengorbankan kenyamanan dan keindahan desain. Bobot hanya 1,5 kg, menjadikannya salah satu laptop gaming teringan di kelasnya. Di sisi lain, perangkat ini juga membawa berbagai fitur profesional seperti layar Pantone Validated dan Dolby Atmo...

Nvidia Siapkan RTX 50 SUPER untuk Libur Akhir Tahun

Rumor panas dari TweakTown menyebutkan bahwa Nvidia tengah menyiapkan kartu grafis RTX 50 SUPER untuk rilis akhir 2025. Targetnya jelas: menggaet momentum belanja liburan dan memancing gelombang upgrade PC menjelang tahun baru.  Langkah ini terasa seperti strategi klasik Nvidia. Masuk dengan produk “baru” di momen konsumen sedang lapar teknologi. Namun, mari kita jujur: label “SUPER” jarang berarti lompatan besar. Berdasarkan bocoran, RTX 5080 SUPER akan membawa 24GB VRAM, sedangkan RTX 5070 Ti SUPER menawarkan 18GB VRAM. Angka yang impresif di brosur, tapi tetap saja, ini lebih ke pamer kapasitas memori daripada revolusi arsitektur. Tidak ada kabar soal peningkatan signifikan pada performa inti Blackwell, sehingga besar kemungkinan ini hanya penyegaran kosmetik dengan sedikit bumbu marketing. Nvidia sendiri sedang berada di posisi aneh. Peluncuran awal RTX 50 series tidak sepenuhnya sukses, dengan stok melimpah di kelas atas yang sulit terserap pasar. SUPER refresh ini bisa jadi c...

Sony Xperia: Bertahan demi Gengsi, Bukan Demi Pasar

Sony tampaknya masih enggan mengakui bahwa divisi ponsel pintarnya, Xperia, sudah lama kehilangan relevansi. Dalam laporan keuangan terbaru, CFO Sony, Lin Tao, bersikeras menyebut Xperia sebagai “bisnis yang sangat penting” bagi masa depan perusahaan.  Masalahnya, sulit menemukan data penjualan atau pangsa pasar yang mendukung klaim sang CFO tersebut. Realitasnya, Xperia juga sudah lama menjadi bayang-bayang dari kejayaan masa lalu. Seperti diketahui, Sony sudah lama menarik diri dari pasar AS, melemah di pasar Jepang, bahkan menghentikan produksi tahun ini. Rumor soal mundurnya Sony dari Eropa semakin memperkuat kesan bahwa Xperia kini hanya hidup di lingkaran penggemar fanatik yang semakin sedikit, serta dengan peluncuran produk yang jarang dan distribusi terbatas. Ucapan Lin Tao tentang “menghargai teknologi komunikasi” yang telah dikembangkan lama memang masuk akal. Teknologi kamera dan komponen Xperia sering kali dipakai di lini produk lain Sony, seperti kamera mirrorless atau...

Oxmiq Labs Siap Guncang Dominasi GPU Nvidia

Raja Koduri, mantan arsitek GPU di AMD dan Intel, kembali ke panggung lewat startup barunya, Oxmiq Labs, dengan ambisi mengguncang dominasi Nvidia di pasar AI. Misinya? Merombak total ekosistem GPU yang ada saat ini. Caranya adalah lewat pendekatan "Software First" yang menjanjikan kompatibilitas aplikasi CUDA berbasis Python di berbagai hardware. Yang menarik, semua rencananya akan dapat dilakukan tanpa modifikasi kode. Oxmiq membawa arsitektur baru bernama OXCORE, yang memadukan unit scalar, vector, dan tensor, serta desain chiplet OXQUILT yang memungkinkan produsen merakit komponen komputasi layaknya Lego. Strategi ini diklaim bisa memangkas biaya R&D dan mempercepat pengembangan dari perangkat kecil hingga data center. Mitra besar seperti Tenstorrent dan MediaTek sudah masuk ke daftar pendukung awal. Namun, di balik jargon futuristis seperti “Atoms to Agents”, ada tantangan besar: membangun ekosistem dan perangkat lunak yang cukup matang untuk menandingi CUDA yang sud...

Review Laptop AMD, Lenovo Yoga 7 2-in-1 14AHP9

Perkembangan teknologi laptop dalam dua tahun terakhir bergerak pesat menuju era AI PC. Saat ini, perangkat tidak hanya mengandalkan kecepatan prosesor, tetapi juga kecerdasan komputasi yang terintegrasi.  Dengan akselerator AI dan fitur Copilot+ di Windows, pengguna bisa bekerja lebih cepat, berkreasi lebih leluasa, serta menikmati hiburan yang lebih imersif. Bagi pengguna profesional maupun kreator, kemampuan AI yang tertanam langsung di perangkat menjanjikan pengalaman komputasi yang semakin personal dan responsif. Salah satu contoh nyata dari tren AI PC adalah Lenovo Yoga 7 2-in-1 14AHP9. Perangkat tersebut memadukan desain fleksibel khas Yoga, panel OLED yang memanjakan mata, dan prosesor AMD Ryzen 7 8840HS yang sudah mengusung GPU Radeon 780M terintegrasi.  Dengan kombinasi keduanya, Yoga 7 bukan hanya menarik untuk pekerjaan kreatif dan multitasking, tetapi juga menjadi salah satu kandidat utama untuk laptop AI di segmen 2-in-1 premium. Desain Dari segi desain, Lenovo Y...