Microsoft kembali menuai sorotan setelah fitur Gaming Copilot AI kepergok mengumpulkan data dari screenshots pengguna secara default, tanpa pemberitahuan yang jelas. Fitur yang terintegrasi dengan Xbox Game Bar ini menggunakan teknologi OCR untuk membaca teks pada tangkapan layar, lalu mengirimkannya ke server Microsoft untuk melatih model AI mereka.
Masalah besarnya? Mayoritas gamer tidak pernah diberi tahu bahwa data dalam screenshot mereka, mulai dari chat pribadi, informasi akun, hingga menu game yang belum rilis, ikut terkirim ke cloud tanpa izin eksplisit.
Kasus ini terungkap oleh seorang pengguna ResetEra bernama “RedbullCola”, yang tengah menguji game baru di bawah aturan NDA (non-disclosure agreement). Ia menemukan aktivitas internet mencurigakan dan melacak bahwa Gaming Copilot sedang mengunggah data teks dari screenshot game yang seharusnya dirahasiakan.

Ini bukan sekadar pelanggaran etika, namun berpotensi bocornya info game yang belum diumumkan, yang bagi industri game bisa berujung konsekuensi hukum dan kerugian besar.
Setelah diuji lebih lanjut, ternyata opsi pelatihan AI melalui screenshot tersebut aktif secara otomatis. Microsoft memang menyebut bahwa voice chat tidak dipakai untuk melatih AI kecuali pengguna mengaktifkannya sendiri, tapi itu tetap tidak mengurangi kritik utama yakni kurangnya transparansi.
Di era regulasi privasi ketat seperti GDPR di Uni Eropa, penggunaan data personal untuk AI harus melalui persetujuan yang jelas, bukan sembunyi-sembunyi di balik menu pengaturan yang sulit ditemukan. Microsoft tampak bermain di area abu-abu yang bisa menyeret mereka ke pengawasan hukum bila tidak segera memperbaiki kebijakan transparansi.
Pengguna bisa menonaktifkan fitur ini melalui:
- Xbox Game Bar → Gaming Copilot → Settings → Privacy → Matikan data screenshot untuk AI training
 
Tetapi, solusi manual semacam ini tetap menunjukkan pola lama: perusahaan besar mengumpulkan data lebih dulu, baru bertanya kemudian. Itupun jika ketahuan.
Komunitas gamer, developer, hingga pakar keamanan menyerukan Microsoft untuk memberikan pemberitahuan yang jauh lebih jelas,p ersetujuan (opt-in) sebelum fitur aktif sertad etail penggunaan data yang transparan.
Krisis kecil ini menjadi cerminan isu yang lebih besar. AI semakin agresif merambah ruang pribadi, sementara pengguna sering kali dibiarkan tanpa kendali memadai atas datanya. Di dunia game yang kian terhubung dan penuh konten sensitif, privasi seharusnya tidak menjadi fitur tambahan, melainkan standar utama.

