Langsung ke konten utama

Mengenal "Dark Energy", Sudahkah Manusia Menemukannya?

Pernahkah Anda mendengar Dark Energy atau Dark Matter? Materi gelap alias dark matter merupakan materi yang membuat galaksi dan dan seisinya tetap pada sumbunya. Tanpa dark matter, galaksi akan berantakan. 

Dark Matter sendiri merupakan materi yang jumlahnya lima kali lebih banyak dibandingkan dengan materi biasa. Dan diperkirakan, seperempat dari alam semesta merupakan materi gelap. Namun apakah manusia sudah menemukan materi gelap dan dark energy yang dimilikinya?


Sebuah studi baru yang dipimpin oleh para peneliti di University of Cambridge dan dilaporkan dalam jurnal Physical Review D, menunjukkan teori yang sangat menarik.


Menurut para peneliti, beberapa hasil riset yang tidak dapat dijelaskan dari eksperimen Xenon1T di Italia mungkin disebabkan oleh adanya energi gelap atau Dark Energy yang ada di alam semesta dan bukan materi gelap yang dirancang oleh eksperimen tersebut.

Dalam studi, mereka membangun model fisik untuk membantu menjelaskan hasil dari penelitian mereka, yang mungkin berasal dari partikel energi gelap yang dihasilkan di wilayah Matahari dengan medan magnet yang kuat.

Percobaan lebih lanjut di masa depan masih akan diperlukan untuk mengkonfirmasi penjelasan ini. Namun para peneliti mengatakan, studi mereka bisa menjadi langkah penting menuju deteksi langsung energi gelap.

Seperti diketahui, segala sesuatu yang dapat dilihat mata kita di langit dan di dunia kita sehari-hari dari bulan hingga galaksi, dari semut hingga paus biru, materinya hanya mencakup kurang dari lima persen alam semesta. Sisanya gelap. Sekitar 27% adalah materi gelap atau dark matter.


Artinya, bisa dikatakan bahwa materi gelap ini adalah kekuatan tak terlihat yang menyatukan galaksi dan jaring kosmik. Sementara 68% adalah energi gelap atau dark energy, yang menyebabkan alam semesta mengembang dengan kecepatan yang dipercepat.

"Meskipun kedua komponen tersebut tidak terlihat, kita tahu lebih banyak tentang materi gelap, sejak keberadaannya disarankan pada awal tahun 1920-an, sementara energi gelap tidak ditemukan sampai tahun 1998," kata Dr. Sunny Vagnozzi dari Kavli Institute for Cosmology di Cambridge, Inggris, peneliti yang terlibat dalam studi.

"Eksperimen skala besar seperti Xenon1T telah dirancang untuk mendeteksi materi gelap secara langsung, dengan mencari tanda-tanda materi gelap 'menabrak' materi biasa, tetapi energi gelap bahkan lebih sulit dipahami," sebut Vagnozzi.

Untuk mendeteksi energi gelap, para ilmuwan umumnya mencari interaksi gravitasi: cara gravitasi menarik benda-benda di sekitarnya. Dan pada skala terbesar, efek gravitasi energi gelap bersifat tolak-menolak, menarik benda-benda menjauh satu sama lain dan membuat ekspansi semesta semakin cepat.

Sekitar setahun yang lalu, eksperimen Xenon1T melaporkan sinyal yang tidak diharapkan, atau kelebihan, di atas latar belakang yang diharapkan. Sinyal ini kemudian dikaitkan dengan energi gelap, bukan materi gelap yang awalnya dirancang untuk dideteksi oleh eksperimen tersebut.

Pada saat itu, hipotesis paling populer untuk kelebihan itu adalah axion, partikel yang sangat ringan dan diproduksi di Matahari. Namun, penjelasan ini tidak sesuai dengan pengamatan, karena jumlah aksis yang diperlukan untuk menjelaskan sinyal Xenon1T akan secara drastis mengubah evolusi bintang yang jauh lebih berat daripada Matahari, bertentangan dengan apa yang kita amati.

Kita masih jauh dari sepenuhnya memahami apa itu energi gelap, tetapi sebagian besar model fisik untuk energi gelap akan mengarah pada keberadaan apa yang disebut gaya kelima. 

Seperti diketahui, ada empat gaya fundamental di alam semesta, dan segala sesuatu yang tidak dapat dijelaskan oleh salah satu gaya ini kadang-kadang disebut sebagai hasil dari gaya kelima yang tidak diketahui.

Namun, kita tahu bahwa teori gravitasi Einstein bekerja sangat baik di alam semesta terutama yang kita pijaki sekarang. Oleh karena itu, gaya kelima apa pun yang terkait dengan energi gelap tidak diinginkan dan harus 'tersembunyi' atau 'disaring' jika menyangkut skala kecil, dan hanya dapat beroperasi pada skala terbesar di mana teori gravitasi Einstein gagal menjelaskan percepatan Alam Semesta. 

Untuk menyembunyikan kekuatan kelima, banyak model energi gelap dilengkapi dengan apa yang disebut mekanisme penyaringan, yang secara dinamis menyembunyikan kekuatan kelima.


Baca juga:


Vagnozzi dan rekan penulisnya membangun model fisik, yang menggunakan jenis mekanisme penyaringan yang dikenal sebagai penyaringan bunglon, untuk menunjukkan bahwa partikel energi gelap yang dihasilkan di medan magnet kuat Matahari dapat menjelaskan kelebihan Xenon1T.

Model penyaringan bunglon yang mereka ciptakan ini memungkinkan peneliti memisahkan apa yang terjadi di Alam Semesta lokal yang sangat padat dari semesta yang memiliki kepadatan yang sangat rendah.

Para peneliti menggunakan model mereka untuk menunjukkan apa yang akan terjadi di detektor jika energi gelap dihasilkan di wilayah tertentu Matahari, yang disebut tachocline, di mana medan magnet sangat kuat.


"Sangat mengejutkan bahwa kelebihan ini pada prinsipnya disebabkan oleh energi gelap daripada materi gelap," ungkap Vagnozzi. "Ketika semuanya menyatu seperti itu, itu benar-benar istimewa," sebutnya.

Perhitungan mereka menunjukkan bahwa eksperimen seperti Xenon1T, yang dirancang untuk mendeteksi materi gelap, juga dapat digunakan untuk mendeteksi energi gelap. Namun, kelebihan aslinya masih perlu dikonfirmasi secara meyakinkan.

Jika kelebihannya adalah hasil dari energi gelap, peningkatan yang akan datang untuk eksperimen Xenon1T, serta eksperimen mengejar tujuan serupa seperti LUX-Zeplin dan PandaX-xT berhasil dipecahkan, artinya manusia kemungkinan besar dapat mendeteksi energi gelap secara langsung dalam dekade mendatang.

Postingan Populer

10 PC All in One Terbaik. Solusi Praktis untuk Rumah dan Kantor Modern

Dalam beberapa tahun terakhir, pasar perangkat komputer telah mengalami pergeseran signifikan. Penggunaan PC All in One (AIO) semakin populer, terutama di kalangan pengguna rumahan, pekerja remote yang work from home, pelajar di lab sekolah, hingga kantor kecil ataupun UMKM. Faktor utamanya adalah, ruang kerja makin terbatas, dan banyak orang mencari solusi komputer yang ringkas, mudah dipasang, dan tetap bertenaga. Dengan integrasi layar, CPU, penyimpanan, dan periferal dalam satu perangkat, tanpa banyak kabel, PC All in One menjanjikan tampilan meja yang bersih, setup cepat, dan mobilitas lebih mudah bila ruang berpindah. Desain ramping dan fungsional kian diminati seiring gaya hidup minimalis dan kebutuhan fleksibilitas ruang. Selain itu, kinerja perangkat AIO yang kini menggunakan CPU dan GPU modern sudah cukup untuk menunjang pekerjaan sehari-hari, belajar, bahkan kreativitas ringan. Tren ini menunjukkan bahwa Komputer All in One bukan lagi sekadar alternatif. Tetapi bisa jadi pil...

Review Asus Vivobook S14 M3407HA, Laptop AI Bertenaga dari AMD

Segmen laptop AI performa tinggi kini menjadi medan persaingan paling panas di industri komputasi portabel. Setelah era Qualcomm Snapdragon X Elite dan X Plus lalu Intel Core Ultra mencuri perhatian dengan integrasi NPU (Neural Processing Unit) di dalam prosesornya, AMD tidak tinggal diam.  Kehadiran prosesor Ryzen 7 260 dengan XDNA NPU hingga 16 TOPS menandai langkah strategis AMD dalam menghadirkan laptop cerdas yang tak hanya cepat, tapi juga hemat daya dan efisien dalam menjalankan beban kerja berbasis AI. Semuanya mentransformasi tugas-tugas yang biasanya dilakukan CPU, kini menjadi dikerjakan oleh NPU. Khususnya tugas berbasis AI. Laptop AI Asus Vivobook S14 M3407HA menjadi contoh nyata transformasi tersebut: menghadirkan kinerja tinggi, kemampuan AI lokal, dan efisiensi baterai yang sebelumnya sulit dicapai. Dengan fokus pada portabilitas dan ketahanan daya, Asus mencoba menghadirkan laptop yang bukan hanya untuk kerja kantoran, tapi juga untuk kreasi konten, komunikasi, dan...

Rekomendasi Laptop 5 Jutaan yang Terasa Premium? Polytron Luxia i3 Jawabannya!

Mencari laptop yang terjangkau namun tetap memenuhi kebutuhan komputasi sehari-hari bisa menjadi tantangan tersendiri. Jika Anda membutuhkan perangkat untuk bekerja, belajar, atau sekadar penggunaan harian, laptop dengan harga sekitar 5 jutaan bisa menjadi pilihan tepat. Di kisaran harga ini, Anda masih dapat menemukan laptop dengan performa memadai, desain yang menarik, dan fitur modern. Rekomendasi Laptop 5 Jutaan yang Bisa Dipertimbangkan Di bawah ini merupakan rekomendasi laptop 5 jutaan yang layak Anda pertimbangkan, lengkap dengan spesifikasi dan keunggulannya: 1. Polytron Luxia i3 (PL 14M3I3A G82H) Polytron Luxia i3 merupakan laptop yang menawarkan kombinasi desain premium dan performa yang cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Laptop ini dibekali prosesor Intel® Core™ i3-1215U yang mampu menangani multitasking ringan hingga menengah secara lancar.  Layar 14 inci WUXGA dengan rasio 16:10 dan panel IPS menghadirkan sudut pandang luas serta warna yang akurat, meningkatkan produk...

Ayaneo Next II Akan Hadir dengan Layar 3:2 dan 165Hz

Ayaneo akhirnya membongkar salah satu misteri terbesar dari Next II, yakni aspek layarnya. Setelah mengumumkan perangkat ini tanpa detail lengkap, perusahaan kini mengonfirmasi bahwa handheld flagship tersebut akan mengusung panel OLED 9 inci dengan resolusi tak lazim, yakni 2400 × 1504. Ini berarti, Ayaneo merupakan yang pertama menghadirkan rasio layar 3:2 yang hampir tidak pernah dipakai pada perangkat gaming portabel. Di pasar handheld PC modern, mayoritas perangkat seperti GPD Win 5 serta Onexfly Apex ataupun Lenovo Legion Go 2 masih bertahan di resolusi 1920 × 1200 dengan rasio 16:10. Bahkan handheld Gaming PC lainnya seperti Asus ROG Xbox Ally series menggunakan rasio 16:9. Karena itu, rasio dan resolusi Next II terasa eksperimental.  Layarnya lebih tinggi dan sedikit kurang lebar dibanding kompetitornya, sesuatu yang bisa menghasilkan tampilan game yang lebih imersif, namun juga berpotensi menimbulkan masalah kompatibilitas UI pada beberapa judul-judul game lama. Tidak hany...

Asus ExpertBook PM3 PM3406CKA. Laptop Bisnis untuk Jangka Panjang

Segmen laptop bisnis selama bertahun-tahun terjebak pada satu pola: performa tinggi di tahun pertama, dan tuntutan upgrade mahal pada tahun ketiga atau keempat. Di era PC AI saat ini, masalah tersebut semakin terasa. Alasannya, workload berbasis kecerdasan buatan saat ini membutuhkan ruang penyimpanan lebih besar, RAM lebih lega, dan perangkat yang bisa mengikuti dinamika operasional perusahaan. Sayangnya, sebagian besar laptop bisnis modern masih terjebak pada desain kaku, RAM solder, satu slot SSD, dan skalabilitas minim. Di tengah kondisi tersebut, Asus ExpertBook PM3 PM3406CKA hadir dengan pendekatan yang berbeda. Bukan sekadar laptop bisnis berlabel “AI-ready”, tetapi sebuah platform kerja yang menawarkan sesuatu yang jarang ada di kelasnya. Dua slot SSD dan dua slot SO-DIMM.  Ini bukan gimmick marketing. Fasilitas tersebut adalah dasar dari konsep yang Asus sebut sebagai true future-proofing, atau cara memastikan laptop tetap relevan hingga 5 sampai 7 tahun ke depan. Artinya...