Langsung ke konten utama

Perbandingan ROG Phone 3 vs Black Shark 3. Pilih Mana?

Persaingan di dunia smartphone semakin seru dan memanas. Tak hanya di segmen smartphone gaming harga Rp1 jutaan, yang dimenangkan oleh Advan G5, persaingan smartphone gaming di harga sepuluh kali lipatnya, alias di Rp10 jutaan juga tak kalah seru. Lalu, siapa yang jadi smartphone gaming terbaik 2020?

Di sana, ada dua smartphone kelas ultimate gaming yang bertarung. Apalagi kalau bukan Black Shark 3 dan ROG Phone 3. Ya, Black Shark 3, dipasarkan di harga mulai dari Rp10,999 juta untuk versi 8GB/128GB secara langsung berhadapan dengan ROG Phone 3 yang dipasarkan secara resmi di Rp9,999 juta untuk versi kapasitas RAM/storage yang sama besar, yakni 8GB/128GB.



Lalu, kalau Anda merupakan pengguna yang ingin menikmati sensasi bermain game di perangkat terbaik, di antara dua pilihan tersebut, mana yang perlu Anda pilih? Sebagai gambaran, spesifikasi utama smartphone tersebut mirip-mirip. Selain RAM dan storage yang sama-sama besar, keduanya menggunakan prosesor Qualcomm Snapdragon terkuat saat ini. Yakni seri Snapdragon 865 dan Snapdragon 865 Plus. Sejauh mana bedanya?


Sebelum membahas lebih jauh perbandingan kedua smartphone gaming (resmi) terbaik di pasaran Indonesia saat ini tersebut, ada baiknya simak spesifikasi teknis kedua smartphone tersebut seperti kami kutip dari GSMArena.

Display
Pertama-tama, dari aspek layar. Kedua smartphone sudah menggunakan layar terbaik untuk gaming, yakni AMOLED. Pada ROG Phone 3, layar tersebut diklaim sanggup menampilkan 1 miliar warna, sementara pada Black Shark 3, warnanya maksimal 16 juta warna.

Secara ukuran layar, Black Shark 3 lebih besar dan resolusi dan kepadatan pikselnya lebih tajam. Akan tetapi, untuk refresh rate dan tingkat kecerahan layar, ROG Phone 3 lebih unggul. Demikian pula dengan lapisan pelindung anti gores layar yang digunakan.



CPU - GPU
Nah, di sinilah faktor yang paling penting yang sangat menentukan performa. Asus ROG Phone 3 telah menggunakan chipset Qualcomm Snapdragon 865 Plus yang secara teknis menawarkan satu core yang kinerjanya mencapai 3.1GHz. Pada Snapdragon 865 standar, ketujuh core dari total delapan core yang disediakan memiliki kecepatan yang sama. Namun core utamanya hanya berkecepatan maksimal di 2.84GHz.


 
Untuk GPU yang dipakai, baik ROG Phone 3 dan Black Shark 3 menawarkan GPU yang sama yakni Adreno 650. Namun demikian, Qualcomm sudah mendongkrak kemampuan Adreno 650 pada ROG Phone 3 sampai 10 persen lebih cepat. Tentunya ini merupakan kelebihan yang ditawarkan oleh Snapdragon 865 Plus milik smartphone tersebut.

Baterai - Charging
Untuk memasok daya saat smartphone digunakan untuk bermain game, Asus ROG Phone 3 menggunakan baterai berkapasitas raksasa yakni 6.000mAh, sementara Black Shark 3 hanya berkapasitas 4.720mAh.

Dari sisi kecepatan pengisian, Black Shark 3 sanggup mengisi penuh baterainya lebih cepat dengan fitur fast charging 65 Watt yang disediakan. Adapun ROG Phone 3 hanya menawarkan kecepatan pengisian ulang 30 Watt.

Akan tetapi, ROG Phone 3 menawarkan fitur pengisian ulang lambat (untuk menjaga tingkat keawetan baterai jangka panjang), dan juga charging tanpa mengisi baterai (bypass arus listrik dari colokan langsung ke smartphone, tidak mengisi baterai. Persis seperti laptop).

Tak hanya itu, buat pengguna yang sedang bermain game, Asus ROG Phone 3 juga menyediakan port charging di samping sehingga tidak mengganggu tangan pengguna yang sedang menggenggam smartphone sambil bermain.

Audio
Smartphone gaming tentunya wajib menawarkan kemampuan suara yang mumpuni. Asus ROG Phone 3 menyediakan dua buah speaker berfitur DTS:X dan dedicated amplifier di depan yang akan menembakkan suara ke arah pengguna. Baik saat ia memegang smartphone dalam posisi vertikal ataupun horizontal.

Sayangnya, buat pengguna yang ingin bermain game tanpa terganggu kondisi sekitarnya dan memakai headset, ROG Phone 3 tidak menyediakan port audi 3.5mm seperti Black Shark 3. Asus memang menyediakan konverter USB Type-C ke audio jack. Namun tentunya akan lebih nyaman kalau headphone bisa langsung ditancapkan ke port di body smartphone.



Konektivitas dan Sensor
Untuk terhubung ke jaringan dan Internet, kedua smartphone sudah mendukung WiFi 802.11 a/b/g/n/ac/ax alias Wifi6. Namun untuk Bluetooth, ROG Phone mendukung fitur Bluetooth 5.1 sementara Black Shark 3 hanya Bluetooth 5.0.

Port USB Type-C yang disediakan ROG Phone 3 juga sudah mendukung USB 3.1 (port samping) dan USB 2.0 (port bawah). Sementara Black Shark 3 hanya mendukung USB 2.0 (port bawah), tidak ada port Type-C tambahan.

Lain-lain
Aspek lainnya, seperti kamera, memang tidak penting untuk sebuah smartphone gaming. Namun demikian, Asus menawarkan kemampuan lebih baik pada ROG Phone 3 dibanding kompetitornya.

Ya, kamera utamanya di belakang memiliki resolusi yang sama dengan Black Shark 3. Namun entah mengapa, Black Shark 3 tidak menyediakan kemampuan merekam resolusi 8K, hanya maksimal di 4K saja. Untuk selfie, kamera depannya pun hanya 20MP dibandingkan 24MP pada ROG Phone 3.

Dari sisi OS, keduanya sama-sama menyediakan sistem operasi Android 10 yang tentunya akan dapat di-upgrade ke OS terbaru ke depannya. Akan tetapi ada sedikit bocoran. Storage yang digunakan untuk menyimpan OS dan aplikasi di ROG Phone 3 adalah jenis UFS 3.1, dibandingkan dengan storage jenis UFS 3.0 yang dipakai Black Shark 3.

Menurut data yang dirilis Samsung, sang produsen storage, UFS 3.1 menawarkan kecepatan write 3x lebih tinggi dibanding UFS 3.0 yakni 1200MB/s dibanding 410MB/s. Demikian pula pada kecepatan random read dan random write. Terjadi peningkatan kecepatan yang cukup lumayan pada storage berbasis UFS 3.1 dibanding UFS 3.0.

Performa
Dari spesifikasi perangkat keras yang ditawarkan, kita sudah melihat perbedaan yang ditawarkan oleh kedua smartphone ultimate gaming di atas. Tentunya kurang lengkap kalau tidak membandingkan kinerja komponen utama smartphone tersebut yakni CPU dan GPU Qualcomm Snapdragon 865 Plus dan Snapdragon 865. Lalu, sejauh mana selisih performanya?


Sesuai dengan janji Qualcomm, Snapdragon 865 Plus menawarkan performa 10 persen lebih tinggi dibandingkan dengan Snapdragon 865. Bahkan dalam pengujian, selisih performanya bisa sedikit di atas dari itu. Yang menarik, dari pengujian khusus aspek grafis, peningkatan performanya bisa lebih signifikan.

Baca juga:


Kesimpulan
Buat Anda yang ingin menikmati pengalaman bermain game terbaik, tentunya Anda perlu menggunakan smartphone denga prosesor kelas ultimate. Contohnya seperti Qualcomm Snapdragon 865 Plus seperti yang terpasang di Asus ROG Phone 3.

Memang benar, tidak semua game yang beredar saat ini membutuhkan kemampuan processing yang sehebat itu. Akan tetapi, kalau kita ingin mengeksplorasi lebih banyak hal atau ingin serius dalam melakukan aktivitas gaming, tak ada salahnya memilih smartphone dengan prosesor Qualcomm Snapdragon 865 Plus tersebut.



Pemilihan smartphone dengan prosesor super kencang pun bisa menjadi investasi yang baik untuk jangka panjang. Anda bisa tetap menikmati gaming di kelas tertinggi selama 2-3 tahun ke depan. Apalagi saat ini aplikasi game pun sudah banyak sekali yang mendukung performa smartphone tertinggi, termasuk refresh rate tinggi.


Di pasaran, harga Asus ROG Phone 3 memang saat ini dijual lebih tinggi dibanding harga resminya karena tingginya peminat. Tetapi masih worthed kok. Banyak smartphone lain yang performanya tidak setinggi ROG Phone 3 untuk urusan gaming namun dipasarkan di harga yang jauh lebih mahal.

Postingan Populer

Review Asus ROG Zephyrus G14 GA403UU. Laptop Gaming Tipis Futuristis

Dalam dunia laptop gaming yang semakin kompetitif, Asus kembali mengukuhkan posisinya di industri laptop gaming tipis lewat seri ROG Zephyrus G14. Di pasaran, salah satu model laptop gaming tipis yang jadi andalan Asus adalah seri ROG Zephyrus G14 GA403UU. Laptop gaming tipis yang hadir pada kisaran tahun 2024 ini membawa kombinasi menarik antara performa tinggi, teknologi terkini, dan desain yang super portabel. Dengan layar OLED 3K yang memanjakan mata, GPU RTX 4050 yang efisien, serta dukungan AI dari prosesor Ryzen 7 8845HS, laptop ini ditujukan untuk gamer dan kreator yang menuntut performa dalam dimensi ringkas. Yang menjadi daya tarik utama dari G14 adalah bagaimana Asus berhasil meramu laptop 14 inci ini menjadi sebuah mesin bertenaga tanpa mengorbankan kenyamanan dan keindahan desain. Bobot hanya 1,5 kg, menjadikannya salah satu laptop gaming teringan di kelasnya. Di sisi lain, perangkat ini juga membawa berbagai fitur profesional seperti layar Pantone Validated dan Dolby Atmo...

AMD Catat Rekor, 41 Persen Pangsa Pasar Server. Intel Kian Terdesak

Laporan terbaru dari Mercury Research untuk kuartal kedua 2025 menandai titik balik penting dalam persaingan chip server global. AMD berhasil merebut 41 persen pangsa pendapatan server, rekor tertinggi sepanjang sejarahnya, sekaligus memperdalam luka Intel yang terus kehilangan pijakan di segmen paling menguntungkan ini.  Lonjakan 7,2 poin dibanding tahun lalu dan kenaikan 1,5 poin dari kuartal sebelumnya menunjukkan tren yang konsisten: AMD semakin dominan, sementara Intel masih bergulat dengan keterlambatan manufaktur dan kehilangan kepercayaan pasar. Capaian AMD tidak terbatas pada server. Secara keseluruhan, pangsa pendapatan perusahaan mencapai 33 persen, naik 8,8 poin dibanding tahun sebelumnya. Di segmen klien, AMD juga mencatat pertumbuhan dengan pangsa 27,8 persen, didorong permintaan yang kuat dari sektor cloud maupun enterprise. Bahkan di pasar desktop, performa Ryzen tampak mengesankan. Pangsa pendapatan desktop AMD melonjak 20,5 poin dari tahun lalu dan hampir 5 poin d...

Teknologi Semikonduktor China Terhambat. Peluncuran Deepseek R2 Ditunda

Kasus DeepSeek dan Huawei Ascend menunjukkan bahwa ambisi Tiongkok untuk mandiri dalam teknologi semikonduktor AI masih menghadapi jalan terjal. Startup AI yang sempat naik daun dengan model R1 pada Januari lalu itu dipaksa menunda peluncuran penerusnya, R2, setelah gagal melatih model menggunakan chip Ascend buatan Huawei.  Upaya yang didorong langsung oleh regulator Beijing itu akhirnya berujung kompromi: training tetap memakai GPU Nvidia, sementara inference dijalankan di atas Ascend. Kegagalan ini bukan sekadar soal teknis, melainkan cermin dari kesenjangan mendasar antara ekosistem chip Tiongkok dan Nvidia. Training model AI berskala besar menuntut perangkat keras dengan kecepatan, reliabilitas, serta ekosistem perangkat lunak yang matang. Ascend terbukti masih rentan terhadap bug, kecepatan interkoneksi yang tidak stabil, dan software stack yang belum selevel CUDA milik Nvidia. Bahkan dengan dukungan langsung dari tim engineer Huawei di lokasi, DeepSeek tak berhasil menyelesa...

Monitor Gaming OLED Terbaik Samsung, Odyssey OLED G6 dan G7

Pasar monitor gaming kembali diguncang oleh Samsung dengan pengumuman trio terbaru dalam lini Odyssey. Sorotan utama jatuh pada Odyssey OLED G6 berukuran 27 inci, yang digadang sebagai monitor OLED gaming pertama di dunia dengan refresh rate 500Hz.  Angka ini terdengar berlebihan bagi sebagian orang, namun jelas menyasar segmen gamer kompetitif ekstrem yang menganggap refresh rate 240Hz atau 360Hz sudah tidak lagi cukup. Spesifikasi G6 memang tidak main-main. Monitor ini hadir dengan resolusi QHD, respons 0,03ms, kecerahan hingga 1.000 nits, serta sertifikasi VESA DisplayHDR True Black 500. Teknologi QD-OLED memastikan warna lebih kaya, sementara dukungan Nvidia G-SYNC dan AMD FreeSync Premium Pro membuat pengalaman gaming bebas tearing.  Samsung bahkan menambahkan lapisan “Glare Free” agar tetap nyaman digunakan di berbagai kondisi pencahayaan, serta teknologi OLED Safeguard+ untuk mengurangi risiko burn-in yang selama ini menjadi momok layar OLED. Dengan validasi Pantone, wa...

GitHub Milik Siapa? Kini Dikuasai Penuh Microsoft

GitHub, rumah terbesar bagi para pengembang perangkat lunak, tengah memasuki babak baru yang cukup signifikan. Thomas Dohmke, CEO yang selama ini dianggap sebagai jembatan antara komunitas open source dan Microsoft, resmi mundur untuk mengejar ambisinya untuo berwirausaha.  Kepergiannya menandai berakhirnya masa transisi GitHub sebagai entitas yang relatif mandiri di bawah Microsoft. Kini, platform berbagi kode tersebut sepenuhnya dipetakan ke dalam struktur raksasa perangkat lunak asal Redmond. Pengumuman restrukturisasi datang dari Jay Parikh, kepala Microsoft CoreAI, yang mengungkapkan GitHub akan dibagi ke dalam beberapa jalur pelaporan langsung ke eksekutif Microsoft. Julia Liuson, pemimpin divisi developer Microsoft, akan mengendalikan pendapatan, engineering, dan dukungan GitHub. Sementara itu, Mario Rodriguez, Chief Product Officer GitHub, akan melapor langsung kepada Asha Sharma, wakil presiden Microsoft AI Platform. Dengan skema ini, jelas arah GitHub semakin terkunci ke...