Meski mendominasi dunia perangkat lunak enterprise selama puluhan tahun, Microsoft kini menghadapi kenyataan pahit: AI Copilot mereka tak diminati oleh para pekerja. Banyak perusahaan justru beralih ke ChatGPT dari OpenAI, termasuk perusahaan farmasi global Amgen.
Amgen awalnya membeli 20.000 lisensi Microsoft Copilot. Namun, setelah lebih dari setahun, karyawan mereka justru aktif menggunakan ChatGPT untuk keperluan riset dan meringkas dokumen ilmiah.
Wakil Presiden Senior Amgen, Sean Bruich, menyebut bahwa "OpenAI berhasil membuat produk mereka menyenangkan untuk digunakan," meskipun ia tetap menilai Copilot masih relevan untuk produk Microsoft seperti Outlook dan Teams.
Fenomena ini bukan kasus tunggal. Banyak perusahaan yang awalnya mengandalkan integrasi Copilot ke dalam Microsoft 365 ternyata harus mengakui bahwa pengguna lebih memilih AI yang sudah mereka kenal dan sukai. Copilot kalah momentum dari ChatGPT, meskipun memakai model yang sama dan memiliki fitur serupa, seperti meringkas teks, membuat draf email, hingga analisis data dan gambar.
Per Juni 2025, ChatGPT telah memiliki 800 juta pengguna aktif mingguan dan tiga juta pelanggan bisnis berbayar. Sebaliknya, Copilot stagnan di angka 20 juta pengguna mingguan, walau telah meneken kontrak besar dengan Volkswagen, Accenture, dan Barclays.
Microsoft masih mengandalkan strategi lamanya: dominasi sistem operasi, integrasi ke Office, lalu berharap tim IT mendorong adopsi. Namun kali ini, keputusan ada di tangan end user yang sudah lebih dulu memeluk ChatGPT.
Ditambah lagi, Microsoft harus memangkas 6.000 hingga 7.000 karyawan atau hampir 3% dari total tenaga kerja. Bukti bahwa dalam perlombaan AI di dunia enterprise, keakraban dan kemudahan penggunaan lebih penting daripada integrasi secara paksa.