ARM, desainer inti CPU yang berada di bawah kepemilikan SoftBank, tengah mengambil langkah strategis untuk memperkuat ekosistem desain semikonduktor Korea Selatan. Melalui kerja sama resmi dengan Kementerian Perdagangan, Industri, dan Energi Korea Selatan, perusahaan asal Inggris tersebut akan membangun sekolah desain chip khusus yang menargetkan pelatihan 1.400 tenaga ahli pada tahun 2030.
Langkah ini tentu bukan sekadar program pendidikan. Korea Selatan sedang berupaya mengejar ketertinggalan di sektor fabless, wilayah yang selama ini dikuasai pemain seperti Qualcomm, Nvidia, dan AMD.
Kehadiran sekolah desain ARM berpotensi mempercepat kemampuan teknis perusahaan lokal seperti Silicon Works, ADTechnology, Telechips, Nextchip, hingga startup AI seperti Rebellions dan FADU. Pemerintah Korea pun menambah dorongan dengan rencana mendirikan sekolah pascasarjana khusus semikonduktor.

Namun ambisi besar ini datang bersamaan dengan tantangan struktural. Dalam pertemuan terpisah antara Presiden Korea Selatan, Lee Jae-myung, dan Chairman SoftBank, Masayoshi Son, secara terang-terangan Son menyoroti empat fondasi menuju Artificial Superintelligence (ASI): energi, semikonduktor, data, dan pendidikan.
Dan di antara keempatnya, ia menyebut kelemahan terbesar Korea saat ini adalah kurangnya pasokan energi. Dalam konteks ini, keinginan membangun ekosistem AI berskala besar tampak berbenturan dengan realitas infrastruktur energi negara tersebut.
Son juga menilai bahwa rencana pembangunan pusat data di Korea masih “sangat kecil” untuk bersaing di tingkat global. Komentar yang menegaskan bahwa pendidikan dan talenta saja tidak cukup; ekosistem teknis harus mengikuti.
ARM memang bukan pemain baru di Korea. Melalui ARM Korea Ltd., perusahaan ini telah lama melisensikan desain CPU ke berbagai perusahaan lokal. Namun pembangunan sekolah khusus menandai komitmen jauh lebih dalam, sebuah upaya untuk mencetak talenta yang tidak hanya mengadopsi teknologi ARM, tetapi mampu merancang chip kompetitif di pasar global.
Jika Korea ingin menjadi kekuatan semikonduktor kelas dunia, kolaborasi ini bisa menjadi batu loncatan penting. Namun tanpa solusi untuk masalah energi dan infrastruktur, ambisi menuju ASI bisa menjadi perjalanan yang jauh lebih rumit.

