Industri laptop sedang mengalami transformasi besar dengan semakin populernya prosesor berbasis ARM dalam perangkat berbasis Windows. Padahal, selama bertahun-tahun, arsitektur x86 yang dikembangkan oleh Intel dan AMD telah mendominasi pasar. Tetapi kini ARM hadir dengan keunggulan efisiensi daya yang lebih baik, kinerja yang semakin kompetitif, serta dukungan teknologi AI yang lebih canggih. Dengan konsumsi daya yang lebih rendah, laptop berbasis ARM menjanjikan daya tahan baterai yang lebih lama tanpa mengorbankan performa. Semua kelebihan di atas menjadikan platform baru tersebut sebagai pilihan menarik bagi pengguna yang menginginkan perangkat portabel dengan produktivitas tinggi. Apalagi, kedatangan prosesor seperti Qualcomm Snapdragon X Plus dan Snapdragon X Elite menjadi titik balik bagi laptop Windows yang mengadopsi arsitektur ARM. Berkat optimalisasi perangkat lunak dan dukungan dari Microsoft, aplikasi Windows kini semakin kompatibel dengan ARM, memungkinkan pengalaman ...
Setelah lebih dari tiga dekade mempertahankan kompatibilitas dengan arsitektur lawas, Linux akhirnya resmi memensiunkan dukungan untuk prosesor Intel 486. Mulai versi kernel 6.15, dukungan terhadap CPU yang diluncurkan pada 1989 ini akan dihapus. Langkah tersebut menandai berakhirnya era panjang di mana Linux tetap menjaga warisan perangkat keras kuno yang bahkan sudah lama ditinggalkan oleh Microsoft. Seperti diketahui, Intel 486 merupakan prosesor x86 pertama yang menghadirkan arsitektur 32-bit penuh serta floating-point unit terintegrasi, menjadikannya landasan bagi PC yang mampu menjalankan Windows secara lebih layak. Meski popularitas prosesor 486 digeser oleh lini Pentium di akhir 1990-an, Linux tetap mendukung 486 bahkan setelah Microsoft berhenti melakukannya sejak Windows XP pada 2001. Namun kini, kernel Linux tak lagi memberi tempat bagi CPU tanpa dukungan instruksi modern seperti Time Stamp Counter (TSC) dan CMPXCHG8B (CX8). Ini berarti prosesor jadul seperti IDT WinChi...